bersuci adalah bagian terpenting dari
kehidupan seorang muslim. Bersuci sangat berkaitan erat dengan sah atau
tidaknya ibadah yang kita lakukan. Sholat misalnya, sebelum mengerjakan sholat
kita diwajibkan berwudhu terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits
disebutkan, Rasulullah Saw. bersabda, “Kesucian itu penutup iman”. (HR.
Muslim).
Secara hukum,
bersuci adalah wajib, berdasarkan al-Qur’an dan hadits, sebagaimana dalam QS. al-Muddattsir (74) : 4, al-Baqarah (2) :
222.
MACAM-MACAM
THOHAROH
A.
Istinja’
Istinja` (استنجاء) mengikuti kata (wazan) masdar استفعل , yang diambil dari
lafazh نجوت الشىء yang berarti memutus kotoran.
Istinja’ dalam
segi bahasa diartikan sebagai usaha
menghilangkan kotoran. Sedangkan menurut istilah, istinja’ adalah menghilangkan
sesuatu yang keluar dari lubang dubur (anus) dan qubul dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan atau batu yang suci serta benda-benda lain yang menempati kedudukan air dan batu. Akan tetapi, istinja’ yang dilakukan dengan menggunakan air lebih utama dari pada menggunakan batu (benda yang kasar).
·
Istinja’ dengan
menggunakan air
Air adalah alat
bersuci yang paling utama, karena lebih
dapat mensucikan tempat keluarnya kotoran dibandingkan
dengan lainnya. Berkaitan dengan orang-orang yang bersuci dengan menggunakan
air, Alloh Ta’ala menurunkan firman-Nya:
“Janganlah kamu sholat dalam masjid
itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut untuk kamu sholat di
dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.
Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. at-Taubah :108)
Abu Hurairah Ra. berkata, “Mereka (orang-orang yang shalat di Quba`) beristinja’ dengan menggunakan air,
kemudian turunlah ayat ini di
tengah-tengah mereka.” (HR. Abu Dawud)
·
Istinja’ dengan
menggunakan batu
Istinja’ dengan
menggunakan batu, kayu, kain dan segala benda yang menempati kedudukannya -yang
dapat membersihkan najis yang keluar dari dubur (anus) dan qubul-diperbolehkan
menurut kebanyakan ulama. Salman al-Farisi Ra. berkata: “Rasulullah Saw. melarang kami beristinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan tulang.” (HR. Muslim)
Pengkhususan
larangan pada benda-benda tersebut menunjukkan bahwasanya Rasulullah Saw. memperbolehkan
istinja’ dengan menggunakan batu dan benda-benda lain yang dapat membersihkan
najis yang keluar dari dubur dan qubul. Kapankah seseorang dikatakan suci
ketika menggunakan batu dan sebagainya? Seseorang dikatakan suci apabila najis
dan basahnya tempat yang disebabkan najis telah hilang serta batu terakhir atau
yang lainnya ketika selesai digunakan masih tetap dalam keadaan suci, dalam
arti tidak ada bekas najis padanya.
Beristinja’
dengan menggunakan batu dan sejenisnya tidaklah
mencukupi kecuali dengan menggunakan tiga batu atau lebih. Salman al-Farisi Ra. berkata:
“Rasulullah Saw. melarang kami beristinja’ dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari
tiga batu.” (HR. Muslim).
SYARAT, RUKUN DAN ADAB DALAM BERISTINJA’
v Syarat-syarat istinja’:
1. Menggunakan 3 (tiga) batu yang suci.
2. Najis belum kering.
3. Najis tidak pindah
dari tempatnya.
4. Najis tidak sedang datang atau tidak kedatangan najis
yang lain.
5. Najis tidak melewati hasyafah dan dua (2) pantat.
6. Najis tidak terkena air.
7. Tempatnya bersih dari hal-hal lain.
v Rukun-rukun istinja’:
1. Orang yang
beristinja’.
2. Adanya najis.
3. Barang yang disucikan.
4. Sesuatu yang dibuat
untuk bersuci.
v Adab dalam beristinja’:
1. Buang air kecil maupun besar tidak boleh di dalam air yang diam (tidak
mengalir). Jika hal itu terjadi maka hukumnya makruh.
2. Tidak boleh buang
air di bawah pohon, entah itu berbuah ataupun tidak.
3. Tidak boleh buang air di jalan raya yang dibuat lewat.
4. Tidak boleh buang
air pada tempat berteduh
di
waktu musim kemarau atau penghujan.
5. Tidak buang air pada lobang tanah.
6. Tidak boleh bicara selama tidak dhorurat (terpaksa).
7. Tidak boleh membelakangi dan menghadap matahari atau bulan.
0 komentar:
Posting Komentar